Terjadinya serangkaian pembunuhan serta tindak kekerasan dengan dalih dukun santet di Banyuwangi dan meluas di 11 kabupaten di Jawa Timur yang dikenal sebagai wilayah Tapal Kuda, mendorong Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Jawa Timur untuk membentuk Tim Pencari Fakta Independen.
Tim ini bertujuan mengumpulkan fakta dan data tentang rangkaian pembunuhan serta tindak kekerasan, yang belakangan ini meresahkan masyarakat, serta menimbulkan berbagai macam isu yang seringkali justru memperkeruh suasana.
Tim mulai bertugas sejak tanggal 10 Oktober 1998 sampai sekarang, dengan menyusuri kabupaten Banyuwangi, Jember, Probolinggo, Malang, Bangil, dan beberapa kabupaten lainnya. Tim Pencari Fakta Independen ini terdiri dari empat sub tim, yang bekerja di wilayah yang berbeda-beda, dan selalu melakukan koordinasi satu sama lain untuk mencari titik-titik persamaan dalam kasus-kasus yang terjadi.
Hasil Temuan:
Selama tujuh hari melakukan investigasi di lapangan, TPFI menemukan fakta-fakta sebagai berikut:
1. Jumlah korban (s.d. 12 Oktober 1998) di Banyuwangi berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama setempat mencapai 114 orang.
2. Para korban umumnya bukan dukun santet sebagaimana yang dituduhkan. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai petani, dan guru ngaji di kampung setempat.
3. Para korban juga tidak hanya warga Nahdhatul Ulama, tapi juga meliputi warga Muhammadiyah, seperti Tamim, dan Imam Ashadi, pengurus Muhammadiyah, Genteng, Banyuwangi; aktifis Dewan Da'wah Islamiyah, seperti K.H. Muzammil, Panti, Jember; bahkan beberapa pengurus partai politik, seperti Mohammad Habib Ihsan (DPD Partai Keadilan Jember), Subroto (DPD Partai Keadilan Banyuwangi), Nurcholis (DPD Partai Keadilan Malang); K.H. Nur Rahman Lc. (DPD PKB Probolinggo); K.H. Lutfhi (DPD PAN Jember); LDII ( Islam Jama'ah, perumnas Patrang Jember).
4. Penyerangan atau teror selalu didahului oleh pemadaman listrik di desa tempat sasaran. Selain itu, semua tempat yang menjadi sasaran selalu diberi tanda panah berwarna merah dan kuning serta tulisan seperti 'Lurus', dan 'Jalan Terus'. Tidak pernah diketemukan penyerangan di lokasi yang tidak diberi tanda.
5. Para tersangka pelaku yang berada di tahanan polisi atau di ruang isolasi rumah sakit menunjukkan ciri dan karakter yang berbeda dengan para tersangka pelaku yang dibekuk masyarakat. Para tersangka yang ditahan umumnya menunjukkan gejala kurang waras, serta tidak memiliki postur tubuh yang memungkinkan untuk melakukan teror atau pembunuhan. Padahal, para tersangka yang diketemukan atau diamati oleh para penduduk, umumnya gesit, tangkas, berpostur atletis, dan cekatan dalam membunuh atau meneror.
6. Suasana di desa maupun kota di Banyuwangi dan Jember terasa sangat mencekam, karena masyarakat memberlakukan pengamanan yang sangat ketat, dan mencurigai setiap kendaraan yang tidak dikenal. Akibatnya, arus lalu lintas serta perekonomian di wilayah ini nyaris lumpuh, sehingga mengganggu kehidupan masyarakat setempat.
7. Hampir tidak diketemukan aparat keamanan yang ikut berjaga bersama rakyat. Umumnya aparat kepolisian maupun koramil, hanya berada di pos-pos penjagaan, dengan rentang jarak yang jauh.
Kesimpulan
Dari hasil temuan di atas, kami berkesimpulan:
1. Penyerangan dan teror ini dilakukan secara terencana dan terorganisasi baik, dengan melibatkan banyak pihak yang dikoordinasikan dengan rapi. Sebab:
* Aksi teror selalu didahului oleh pemadaman listrik menyeluruh di desa yang menjadi sasaran. Selama ini, tindak kriminal yang dilakukan penjahat profesional sekalipun tidak pernah didahului oleh pemadaman seperti ini, karena membutuhkan akses pada fasilitas pelayanan listrik.
* Sasaran selalu diberi tanda khusus, dan beberapa saksi mata mengaku melihat tanda-tanda ini dibuat oleh oknum berseragam sipil, dengan alasan antara lain hendak membangun jalan, padahal tidak diperlukan pembangunan jalan di wilayah itu.
* Saat masyarakat berhasil membekuk tersangka pelaku penyerangan, umumnya polisi datang dalam waktu kurang dari lima menit, padahal tidak satupun warga yang melapor. Selama ini, di wilayah tersebut, jika terjadi peristiwa kriminal, atau kecelakaan, polisi biasanya datang dalam waktu paling cepat 30 menit setelah laporan warga, karena jauhnya jarak pos jaga polisi. Selain itu, polisi selalu datang saat warga sudah berhasil membekuk tersangka pelaku, bukan pada saat kejadian penyerangan, meskipun sebelum penyerangan selalu terjadi pemadaman lampu secara menyeluruh.
* Tersangka yang dibekuk warga ternyata berbeda dengan tersangka yang diperlihatkan oleh polisi pada Tim, baik dalam ciri-ciri fisik, maupun kondisi mental, serta ciri-ciri lainnya.
* Pola penyerangan menunjukkan pelakunya memiliki pemahaman teritorial yang baik, sebab mereka datang secara tiba-tiba dan mampu melepaskan diri dari kejaran penduduk dengan cepat. Selain itu, para pelaku mengenali korbannya dengan baik, sehingga tidak pernah terjadi salah sasaran.
2. Para korban ternyata tidak hanya warga Nahdhatul Ulama, tetapi juga warga Muhammadiyah, serta pengurus Masjid setempat, dan belakangan umumnya adalah warga yang aktif melakukan kegiatan politik, dan bahkan beberapa di antara para korban adalah pengurus partai politik yang bercirikan Islam, seperti Partai Keadilan, Partai Kebangkitan Bangsa serta Partai Amanat Nasional.
3. Ada indikasi penyerangan ini mengarah pada teror politik yang meluas ke 11 kabupaten di Jawa Timur yang dikenal sebagai wilayah Tapal Kuda. Dan Kecenderungan semakin meluas sampai Sabtu malam 17 Oktober 1998 meluas ke Malang, Lamongan, Gresik, Tuban. Ada perubahan pola penyerangan mulai bulan Agustus sampai Oktober 1998 berikut:
Tahapan
Pelaku
Korban
Tindak Kejahatan
Pertama
Warga setempat
Dikenal sebagai Tukang Tenung
Pembunuhan
Kedua
Warga setempat, namun didahului oleh provokasi dari orang luar
Dituduh sebagai Tukang Tenung
Pembunuhan
Ketiga
Kelompok terorganisasi yang bukan warga setempat
Selain yang dituduh Tukang Tenung, juga Dukun Santet pemuka agama
Pembunuhan yang disertai teror
Keempat
Kelompok terorganisasi yang bukan warga setempat
Para pemuka agama, serta aktifis politik
Teror dengan penyerangan yang melukai korban, namun tidak sampai tewas
Sumber:
1. Nara Sumber:
* Drs. Abdul Aziz Basaruddin (Anggota DPRD FPP Banyuwangi)
* K.H Toha Muntaha (Pimpinan Pondok Pesantren Glenmor Banyuwangi)
* K.H Luthfi (Pimpinan Pondok Pesantren Al Hasan, Jenggawah Jember)
* K.H Kahar Muzakki dan Muzammil (Pimpinan Pondok Pesantren Panti Jember)
* K.H Mu'thi (Pimpinan Pondok Pesantren, Tanwirul Hijaa, Bangil Pasuruan)
* H.M Faisholi Harun (Ketua Yayasan Kebudayaan Banyuwangi)
* K.H Romli (Pimpinan Pondok Pesantren Roudlotul Hasaniyah, Jrebeng Lor, Probolinggo)
* K.H Syamsuri (Pimpinan Pondok Pesantren, di Jrebeng Lor, Probolinggo)
* H.A. Hudhori (Anggota FPP DPRD I Jawa Timur)
* Arif Umar S. Ag (Pengurus PCNU Probolinggo)
* Drs. Syuhada (pegawai Depag Kabupaten Probolinggo)
* Abbas Bawazier (Petugas ronda kampung arab Banyuwangi)
* Nurrahman (Penduduk kampung arab Banyuwangi)
* KH. Muhyiddin (Pimpinan Pondok pesantren Nurul Islam, Antirogo Jember)
* KH Mudzaffar (Desa klungkung Jember)
2. Saksi Korban:
* Rahmad, 19 th (Dusun Pakis, Banyuwangi, ditemui di rumah sakit Blambangan, Banyuwangi)
* Tamim, 60 th (Genteng Banyuwangi)
* Tauhid, 50 th dan Sapawi, 60 th (korban yang sedang menyembunyikan diri)
* Nurcholis, 40 th (Dosen Universitas Brawijaya)
* Subroto, 45 th (Kepala SMP Al Irsyad, Banyuwangi )
* Wakijo, 35 th (tukang Becak, Kampung Arab Banyuwangi)
* M. Habib Ichsan, 50 th (Dosen Universitas Muhammadiyah Jember)
3. Saksi Mata:
* Aman Nurudin, 27 th (Pegawai RS Fatimah Banyuwangi)
* Al Khoiru, 29 th (PNS PBB Banyuwangi)
* Imam Asyhadi, 50 th (SMEA Muhammadiyah I Banyuwangi)
4. Dokumen:
* Telegram Ancaman (Pada Mahmud Khoirawan)
* Daftar Korban dari Kantor Urusan Agama Banyuwangi
»» LANJUT MAZ BRO...